Wabup Abdul Sahid Instruksikan Pemasangan Jembatan Bailey, Dorong Solusi Permanen Banjir Balinggi
Hujan deras yang mengguyur wilayah Kecamatan Balinggi kembali menguak rapuhnya infrastruktur dasar di pesisir selatan Parigi Moutong. Banjir tahunan yang kerap merendam permukiman dan memutus akses antar desa bukan lagi sekadar bencana musiman, melainkan peringatan keras tentang urgensi solusi permanen.
Dalam peninjauan lapangan pada Rabu (20/8/2025), Wakil Bupati Parigi Moutong Abdul Sahid berdiri di tepian tanggul yang jebol, memandangi derasnya arus air yang menghantam pemukiman. Di tengah kepungan warga yang cemas, ia menginstruksikan langkah cepat: pemasangan jembatan Bailey di dua titik strategis, yakni Desa Antosari dan Desa Balinggi Jati.
“Prioritas utama adalah memperbaiki tanggul yang jebol dan membangun kembali jembatan penghubung. Jika konektivitas warga tidak segera dipulihkan, dampaknya akan semakin meluas,” ujarnya.
Namun, instruksi itu bukan sekadar tindakan darurat. Abdul Sahid menegaskan bahwa rekomendasi lapangan ini akan dilaporkan langsung kepada Bupati Erwin Burase, sebagai bahan masukan untuk merumuskan kebijakan penanganan banjir, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain infrastruktur jembatan, Wabup menyoroti faktor alam yang memperburuk banjir: sedimentasi di mulut kuala sungai. Endapan dan karang yang mengeras di muara dinilai telah menyempitkan aliran, membuat arus air kerap meluap ke daratan.
“Terumbu karang di area muara harus dihancurkan, tentu setelah ada pengukuran teknis. Jika tidak, arus air akan terus mencari jalan pintas ke pemukiman,” tegasnya.
Instruksi itu menggambarkan betapa kompleksnya persoalan banjir di Balinggi tidak hanya soal tanggul dan jembatan, tetapi juga menyangkut tata kelola ekosistem sungai yang selama ini terabaikan.
Pemasangan jembatan Bailey memang bersifat sementara. Namun, langkah itu dianggap krusial untuk memulihkan mobilitas warga yang terputus. Pemerintah sadar, tanpa jembatan, roda perekonomian desa akan lumpuh, akses pendidikan terganggu, dan distribusi bantuan tersendat.
“Kami tetap memperhitungkan kemampuan anggaran daerah. Namun, banjir Balinggi harus menjadi prioritas serius. Ke depan, tanggul, jembatan, maupun muara sungai akan dipermanenkan,” tambah Sahid.
Dukungan atas langkah ini datang dari Ketua DPRD Parigi Moutong, Alfres Tonggiro, yang menegaskan bahwa pascabencana harus ditindak lebih serius lagi, mengingat bencana banjir diDesa Balinggi sudah sering terjadi kesekian kali jika intensitas hujan tinggi. “Titik rawan banjir harus dibangun permanen. Pemkab juga harus berkoordinasi dengan provinsi agar solusi strategis bisa diwujudkan.”
Banjir di Balinggi bukanlah kejadian baru. Tiap tahun, air meluap, sawah terendam, rumah warga rusak, dan akses transportasi lumpuh. Kerugian ekonomi meluas, dari pertanian yang gagal panen hingga terhambatnya distribusi logistik.
Banjir Balinggi adalah cermin dari tantangan tata kelola ruang dan infrastruktur di Parigi Moutong. Jika tidak memprioritaskan anggaran, membangun tanggul permanen, serta merehabilitasi muara sungai, warga akan terus menjadi korban, olehnya pernyataan Wabup Abdul Sahid diLokasi Pasca banjir terasa sebagai komitmen pemerintah saat ini, bahwa banjir Balinggi tak boleh lagi jadi rutinitas tahunan.
*Prokopim Setda Parigi Moutong*