Pengukuhan Dekranasda Parigi Moutong: Menenun Identitas Lewat Batik dari Sayembara Motif hingga Branding Ekonomi Daerah
Pengukuhan pengurus Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Parigi Moutong oleh Bupati Erwin Burase pada Kamis (28/8/2025) bukan hanya seremoni kelembagaan. Momentum ini menandai arah baru bagaimana kreativitas lokal dapat ditransformasikan menjadi motor ekonomi sekaligus peneguh identitas budaya daerah.
Dalam sambutannya, Bupati Erwin Burase yang juga Pembina Dekranasda menegaskan bahwa sektor kerajinan harus dipandang sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi kreatif.
“Parigi Moutong memiliki banyak pengrajin handal. Tugas kita adalah bagaimana hasil karya mereka bisa dipasarkan, baik melalui pameran maupun promosi digital,” ujarnya.
Isu krusial yang mengemuka adalah ketiadaan motif batik khas Parigi Moutong. Dari 13 kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, masih ada dua daerah yang belum memiliki batik khas, yakni Parigi Moutong dan Banggai Kepulauan.
Ketua Dekranasda Parigi Moutong, Hestiawati Nanga, menegaskan bahwa batik merupakan simbol identitas daerah. “Selama kita belum punya motif sendiri, kita masih meminjam identitas daerah lain. Inilah yang akan menjadi fokus utama kita,” katanya.
Saat ini, masyarakat masih menggunakan batik Parigata. Namun motif itu belum sepenuhnya merepresentasikan kekayaan budaya dan keragaman etnis di Parigi Moutong.
Menjawab kebutuhan itu, Bupati Erwin menggulirkan rencana sayembara desain batik dengan melibatkan pemangku adat dari berbagai suku. Upaya ini dinilai strategis karena tidak hanya menghasilkan motif otentik, tetapi juga mencegah kesenjangan antaridentitas budaya.
“Motif batik ini nantinya bukan hanya untuk busana resmi, tapi juga akan kita terapkan dalam desain infrastruktur dan berbagai ruang publik sebagai wajah daerah,” tegasnya.
Jika terealisasi, batik khas Parigi Moutong tidak hanya menjadi ikon budaya, melainkan juga brand daerah yang bisa dipromosikan ke tingkat nasional hingga internasional.
Pemerintah daerah melihat kerajinan dan batik bukan hanya bagian dari budaya, tetapi juga peluang ekonomi. Dengan populasi pengrajin yang tersebar di berbagai kecamatan, Parigi Moutong berpotensi menjadikan sektor kerajinan sebagai salah satu pilar ekonomi lokal baru.
Tantangan utamanya adalah akses pasar, inovasi desain, serta daya saing produk dengan daerah lain. Karena itu, Dekranasda diharapkan berperan sebagai katalis, menjembatani pengrajin dengan pemerintah, dunia usaha, hingga platform digital.
“Kalau motif sudah ada, langkah berikutnya adalah branding. Bagaimana batik khas Parigi Moutong bisa hadir di pasar lokal, nasional, bahkan internasional,” tutur Hestiawati.
Pengukuhan Dekranasda menandai keseriusan pemerintah daerah dalam mendorong transformasi pembangunan. Tidak hanya bertumpu pada sektor primer seperti pertanian dan perikanan, kini kreativitas, budaya, dan ekonomi berbasis kearifan lokal mulai ditempatkan sebagai motor pembangunan masa depan.
Ke depan, tantangan terbesar bukan sekadar melahirkan motif batik khas, melainkan memastikan ia benar-benar menjadi identitas hidup yang dipakai, dipasarkan, dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat Parigi Moutong.
*Prokopim Setda Parigi Moutong*